Detektif Jubun dan sang anak, Natan. (Istimewa)

ASIA.COM – Kasus arogansi terhadap siswa SMA yang dilakukan oleh pengusaha Surabaya, Ivan Sugianto, karena diduga merundung anaknya, akhirnya membawanya ke jeruji besi. Tak sedikit dari mereka yang berstatus sebagai orang tua merasa geram dengan sikap Ivan yang dianggap berlebihan dan harusnya bisa diselesaikan sesama anak sekolah di wilayah sekolah. Salah satunya adalah Detektif Jubun, seorang detektif swasta yang juga seorang ayah.

Sebagai orang tua, Jubun merasa sangat penting untuk menanggapi setiap persoalan yang dialami anak dengan bijaksana, terutama ketika anak menjadi korban perundungan di sekolah. Menurutnya, dalam situasi seperti ini, reaksi yang arif adalah langkah pertama yang perlu diambil.

“Saya selalu mengajarkan anak saya untuk melaporkan langsung kepada wali kelas jika ada masalah. Kalau wali kelas tidak mengindahkan, baru laporkan ke kepala sekolah. Kalau tetap tak ada tanggapan, baru saya yang turun tangan,” ujarnya.

Menurut Jubun, sejak dini ia mengajarkan anaknya mengenai pentingnya prosedur dan hak-hak mereka dalam menghadapi masalah.

Sebagai seorang ayah, Jubun juga berusaha memberi edukasi mengenai hukum dan cara yang tepat untuk menyelesaikan konflik.

“Saya tidak hanya mengajarkan anak saya tentang pelajaran sekolah, tetapi juga tentang bagaimana mereka harus bersikap menghadapi masalah dengan cara yang benar,” lanjutnya.

Menanggapi insiden yang membuat Ivan Sugianto memaksa seorang siswa berlutut dan menggonggong, Jubun mengaku sangat menyayangkan kejadian tersebut. Sebagai orang tua, ia bisa merasakan bagaimana perasaan anak yang diperlakukan seperti itu, apalagi jika kejadian serupa menimpa anaknya sendiri.

“Saya sangat sedih membayangkan jika itu terjadi pada anak saya. Itu akan meninggalkan trauma dan luka hati yang mendalam,” kata Jubun.

Ia juga menekankan bahwa sebagai orang tua, harus ada kebijaksanaan dalam menghadapi masalah anak-anak. Menurutnya, anak-anak harus diajarkan untuk menyelesaikan masalah mereka dengan cara yang lebih dewasa.

“Terkadang, kita harus membiarkan anak-anak menyelesaikan masalah mereka sendiri. Mereka juga harus bisa belajar memaafkan dan tidak terlalu mudah tersinggung,” katanya.

Ia juga mencontohkan, dalam kasus ini yang berawal dari pertandingan basket dan ejekan antar teman, hal tersebut seharusnya bisa diselesaikan dengan cara yang lebih tenang.

Jubun mengingatkan kepada anaknya, Natan, yang pernah mengalami perundungan, untuk selalu mengampuni orang yang membulinya.

“Saya selalu mengingatkan Natan untuk tidak membawa perasaan jika ada yang mengejeknya, dan jika dia dibuli, laporkan pada saya dan kita bicarakan bersama. Maafkan mereka, jangan biarkan itu mengganggu perasaanmu,” ujar Jubun.

Natan, putra Detektif Jubun, juga berbagi pengalaman pribadinya terkait perundungan.

“Saya pernah dibuli di sekolah, dan pertama kali saya laporkan kepada papa. Papa selalu bilang, ‘Cobalah untuk mengampuni mereka. Jangan biarkan itu mengganggu hidupmu. Orang yang membuli tidak tahu bagaimana perasaan kita.’ Itu membuat saya merasa lebih baik, karena saya tidak terus-terusan marah,” kata Natan.

Terkait tindakan Ivan yang memaksa siswa berlutut dan menggonggong, Jubun menilai bahwa reaksi seperti itu sangat tidak tepat dan berlebihan. Sebagai orang tua, ia merasa Ivan seharusnya terlebih dahulu melibatkan pihak sekolah, yang merupakan pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan disiplin di sekolah.

“Sebagai orang tua, kita harus percaya pada pihak sekolah untuk menangani masalah seperti ini. Jangan sampai karena merasa memiliki banyak kenalan atau akses ke orang-orang penting, kita justru bertindak arogan,” jelas Jubun.

Jubun menyarankan agar orang tua lainnya juga mengedepankan pendekatan yang lebih rendah hati dalam menyelesaikan masalah. Menurutnya, menyelesaikan masalah dengan emosi yang meledak-ledak atau memarahi anak orang lain justru tidak akan menyelesaikan masalah.

“Alih-alih memarahi anak orang lain, lebih baik kita menghibur anak kita sendiri dengan kata-kata yang positif dan menenangkan hati mereka,” katanya.

Jubun juga menambahkan bahwa di era digital seperti sekarang, di mana informasi bisa dengan mudah menyebar melalui media sosial, kita harus lebih bijak dalam bertindak.

“Sangat penting untuk menjaga sikap dan emosi kita, terutama jika anak kita mengalami perundungan. Jangan sampai kita ikut terbawa emosi dan malah memperburuk keadaan,” tandasnya.

Menurutnya, sebagai orang tua, kita harus mengajarkan nilai-nilai rendah hati dan menghindari konflik yang tak perlu.

“Menghindari pertengkaran atau konfrontasi yang merugikan tidak akan merugikan siapa pun. Sebaliknya, kita bisa membantu anak kita tumbuh dengan karakter yang lebih kuat dan bijaksana,” tutupnya.